Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha mencatat pembebasan tarif dari perjanjian perdagangan Indonesia sejauh ini lebih banyak dimanfaatkan Indonesia untuk impor daripada ekspor. Hal ini tak lepas dari struktur impor RI yang didominasi bahan baku/penolong untuk mendukung aktivitas produksi.
"Evaluasi kami beberapa tahun terakhir, FTA kita memang lebih banyak digunakan untuk impor, bukan ekspor. Ini karena di sisi impor kita punya banyak impor produktif untuk keperluan produksi," kata Koordinator Wakil Ketua Umum III Kadin Indonesia bidang Maritim Investasi dan Luar Negeri Shinta W. Kamdani, Minggu (13/2/2022).
Di sisi lain, Shinta mengatakan belum banyak ekspor Indonesia yang masuk dalam rantai nilai global atau global value chain (GVC). Situasi ini membuat upaya untuk mendorong ekspor terkendala beban pemenuhan kriteria di negara tujuan (compliance), terlepas dari pembebasan tarif yang diterapkan.
"Kalau ekspor untuk GVC biasanya dibantu oleh buyer global untuk kebutuhan kelancaran supply dan compliance ekspornya," katanya.
Oleh karena itu, lanjut Shinta, jika Indonesia tidak agresif mendorong ekspor, terutama dalam memenuhi kriteria di negara tujuan, perjanjian dagang tidak akan optimal dalam mengerek kinerja ekspor. Akibatnya, perjanjian dagang tersebut justru memperlebar defisit dengan mitra.
"Oleh karena itu kami terus mengimbau agar pemerintah lebih agresif dan lebih konsisten lagi membantu pelaku usaha nasional meningkatkan kinerja ekspor," tambah Shinta.
Neraca perdagangan dengan sejumlah mitra dagang yang telah menjalin perjanjian dagang dengan Indonesia tercatat mengalami pelebaran defisit. Di antaranya adalah defisit dengan Australia yang bertambah dari -US$2,14 miliar pada 2020 menjadi -US$6,20 miliar pada 2021, seiring dengan implementasi Indonesia-Australia CEPA.
Ada pula kenaikan defisit yang dialami Indonesia dengan Singapura dan Thailand, masing-masing dari -US$1,68 miliar menjadi -US$3,81 miliar dan dari -US$1,73 miliar menjadi -US$2,06 miliar.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa mengatakan ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) telah menikmati pembebasan tarif ke semua negara Asean dan ke China. Untuk pasar lain seperti Eropa dan Amerika Serikat, barang TPT masih menghadapi bea masuk.
"Namun apakah otomatis berdampak ke ekspor tidak bisa langsung disimpulkan demikian, perlu kajian data lebih lanjut," kata Jemmy.
Terpisah, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Elektronika (Gabel) Daniel Suhardiman mencatat hampir seluruh barang elektronik yang meliputi produk jadi, komponen, dan bahan baku yang diperdagangkan dengan 10 mitra dagang utama telah bebas dari pengenaan tarif.
"Dengan sesama negara Asean ada AFTA dan dengan China ada Asean-China FTA," katanya.
Ekspor industri elektronika tercatat mencapai US$11,77 miliar atau setara dengan Rp168,74 triliun sepanjang 2021.
Namun, nilai ini masih jauh lebih rendah daripada ekspor elektronika di negara Asean lain seperti Malaysia yang mencapai 37 persen dari total ekspor sebesar US$293,7 miliar atau Vietnam yang ekspor elektronikanya mencapai 39 persen dari total ekspor US$364 miliar sepanjang 2021.
"bisnis" - Google Berita
February 13, 2022 at 08:11PM
https://ift.tt/fvIuRsh
Wah, Manfaat Perjanjian Dagang Lebih Banyak Dinikmati untuk Impor - Bisnis.com
"bisnis" - Google Berita
https://ift.tt/qft6mFP
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Wah, Manfaat Perjanjian Dagang Lebih Banyak Dinikmati untuk Impor - Bisnis.com"
Post a Comment