Search

KOL Stories x Klemens Rahardja: Menghindari BBB (Bisnis Buat Buntung) - WartaEkonomi.co.id

Pandemi Covid-19 mengubah seluruh sendi-sendi kehidupan hingga berubah total. Pasalnya, pemerintah berusaha keras untuk membuat masyarakat hidup sehat dan beraktivitas dari rumah untuk menekan penyebaran Covid-19. Karenanya, mau tak mau, semua kegiatan pun dilakukan dari rumah. Baik itu, belajar, bekerja, hingga berbelanja.

Hal tersebut pun memiliki efek domino, sejumlah perusahaan memutuskan melakukan efisiensi guna mengurangi biaya operasional, salah satunya dengan cara merumahkan beberapa karyawan. Perusahaan pun banyak yang telah beralih dari cara konvensional menuju online.

Baca Juga: Catat! Begini Tips Digital Marketing Ala Renaldy Pujiansyah

Tidak jarang, karyawan yang terkena efisiensi itu akhirnya memilih membuka usaha, salah satu yang banyak dipilih karena bermodal kecil dan bisa dilakukan di rumah yaitu berjualan online. Nah, di era digital saat ini, untuk memulai bisnis sangat mudah dilakukan. Dukungan teknologi membuat saluran penjualannya meluas ke ranah daring (online).

Untuk memiliki bisnis dewasa ini tidak membutuhkan modal besar, tetapi kemungkinan akan mendapatkan keuntungan cukup tinggi. Jadi tak heran, banyak orang yang berbondong-bondong untuk jadi pengusaha.

Namun perlu diingat, kalau berbisnis tentunya memiliki hambatannya masing-masing. Makanya, sebelum memulai usaha, calon perintis usaha mesti memahami terlebih dahulu cara bisnisnya. Dari mulai persiapan apa yang perlu dilakukan sebelum memulai bisnis, bagaimana menyusun strategi yang tepat, mengenal serta memetakan marketplace, apa yang sedang menjadi tren, dan sebagainya.

Untuk itu, Warta Ekonomi akan mengupas habis tentang "Menghindari BBB (Bisnis Buat Buntung)" bersama dengan Founder Entrepreneurs Society, Klemens B Rahardja, dalam acara KOL Stories.

Ketika ingin memulai bisnis, apa saja yang perlu dilakukan terlebih dahulu?

Mungkin yang pertama kita perlu tahu terlebih dahulu adalah segmentasi pasar kita siapa saja. Jadi, saat kita sudah mengetahui, kita bisa lebih mudah menjualnya. Saya biasanya memberikan beberapa esensi kewirahusahaan.

Yang pertama itu peluang, kedua fokus untuk bantu orang lain terlebih dahulu. Misalnya, saat pandemi terjadi dan diberlakukan lockdown dan mereka mungkin butuh makanan yang dikirimkan ke rumah sehingga logistiknya berkembang. Maka dari itu, kita perlu tahu segmen pasar kita siapa saja.

Dahulu saya membuat bisnis untuk membantu mahasiswa rantau agar proses adaptasinya tidak sesulit yang saya alami seperti memberikan guide untuk naik kendaraan umum, menjadi broker kos-kosan, hingga terus berkembang menjadi broker properti. Peluang itu banyak, tetapi Anda juga perlu mencari segmen pasar yang jelas.

Apakah perlu memiliki toko offline atau toko online saja sudah cukup? Kalau online saja dirasa sudah cukup, apakah harus masuk ke semua marketplace atau malah cukup satu marketplace saja, tapi fokus?

Jadi, pandemi ini memaksa kita untuk melakukan percepatan dan transisi. Saat saya di Melbourne tahun 2003 sampai 2015, saya merintis beberapa macam bisnis dan di sana saya ikut tergabung dalam komunitas pengusaha yang di tahun 2010 memiliki toko baju di pusat perbelanjaan. Akan tetapi, secara perlahan mereka menutup tokonya satu per satu, kemudian menyewa gudang di daerah pinggir kota dan beralih ke full online. Hal itu karena harga sewa toko yang mahal, belum lagi gaji pegawainya.

Saat penjualan mereka beralih ke online, penjualan mereka naik sebanyak 300 persen dan menghemat banyak anggaran. Oleh karena itu, saya menyaksikan penggunaan digital marketing seperti itu sudah sejak tahun 2008 yang masih menggunakan email marketing dan mail chimp.

Saat ini, Indonesia sudah harus dipaksa ke arah sana. Melihat pandemi corona ini, peluang bisnis tidak hilang, tetapi bergeser. Kita harus punya presensi di dunia digital. Jika dahulu untuk bisa dipercaya bisnis kita harus memiliki toko fisik, sekarang minimal bisnis kita harus mempunyai website atau akun media sosial.

Semenjak pandemi terjadi banyak bisnis baru yang bermunculan. Banyak juga orang yang kehilangan pekerjaan dan pada akhirnya kita membuat program pelatihan untuk mengajarkan kepada mereka selama 14 hari untuk berjualan online dan bagaimana caranya untuk bisa membuat akun yang berbobot dari bulan Maret 2020 dan sudah ada enam batch.

Marketplace diibaratkan kita punya satu toko di bazar. Jika Anda baru mulai, bisnisnya masih kecil, dan baru bisa manage satu toko, lalu Anda ikut berbagai bazar di saat yang bersamaan sepertinya tidak bijak karena akan mengalami banyak kendala seperti mungkin stoknya mudah habis, pelayanannya kurang baik, atau slow response sehingga orang tidak jadi tertarik untuk membeli.

Let's block ads! (Why?)



"bisnis" - Google Berita
February 27, 2021 at 05:30PM
https://ift.tt/3pZ0HK1

KOL Stories x Klemens Rahardja: Menghindari BBB (Bisnis Buat Buntung) - WartaEkonomi.co.id
"bisnis" - Google Berita
https://ift.tt/2ZX4j67
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update

Bagikan Berita Ini

0 Response to "KOL Stories x Klemens Rahardja: Menghindari BBB (Bisnis Buat Buntung) - WartaEkonomi.co.id"

Post a Comment

Powered by Blogger.