Jakarta, CNBC Indonesia - Data ketenagakerjaan Amerika Serikat (AS) terbaru resmi dirilis pada Jumat (5/8/2022) waktu setempat. Hasilnya lebih tinggi dari ekspektasi pasar.
Departemen Tenaga Kerja AS mencatat ada sebanyak 528.000 lapangan kerja non-pertanian (non-farming payroll/NFP) tercipta di AS pada bulan lalu. Angka ini lebih tinggi dari periode sebelumnya yakni Juni lalu yang sebesar 398.000.
NFP bulan lalu juga jauh lebih tinggi dari perkirakan pelaku pasar dalam survei Reuters yang memperkirakan NFP berada di angka 250.000.
Sementara itu, tingkat pengangguran menurun ke 3,5%, yang juga di bawah prediksi analis. Pertumbuhan upah juga meningkat 0,5% secara bulanan dan 5,2% secara tahunan. Hal tersebut memberikan sinyal bahwa inflasi yang tinggi masih akan tetap menjadi masalah.
"Siapa pun yang memprediksikan bahwa The Fed akan berubah arah tahun depan dan mulai memangkas kenaikan suku bunga, harus menurunkan prediksinya karena itu tidak akan terjadi," tutur Kepala Strategi Pasar B Riley Financial Art Hogan dikutip CNBC International.
"Ini jelas situasi saat ekonomi tidak melengking atau menuju resesi sekarang," tambahnya.
Laporan tersebut sangat penting karena dijadikan data masukan oleh bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sebelum memutuskan seberapa banyak kenaikan suku bunga pada pertemuan selanjutnya pada September.
Dengan masih positifnya data ketenagakerjaan AS pada bulan lalu, bukan tidak mungkin The Fed masih akan menaikkan suku bunga acuannya secara agresif.
Namun, hal ini tidak bisa dilihat dari data ketenagakerjaan saja, banyak data pendukung lainnya yang perlu diamati oleh The Fed. Adapun data tersebut yakni data pertumbuhan ekonomi dan aktivitas manufaktur.
Pada bulan lalu, data awal dari purchasing managers' index (PMI) komposit Juli turun menjadi 47,5 dari sebelumnya 52,3.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, sementara di atasnya adalah ekspansi.
Aktivitas bisnis terdiri dari dua sektor, manufaktur dan jasa. Sektor manufaktur masih berekspansi sebesar 52,3, menurun dari sebelumnya 52,7 Sementara sektor jasa merosot hingga menjadi 47, dari sebelumnya 52,7.
"Rilis awal PMI Juli menunjukkan kemerosotan yang mengkhawatirkan. Jika tidak memasukkan periode lockdown akibat pandemi Covid-19, output mengalami penurunan yang paling tajam sejak 2009, saat krisis finansial global," kata Chris Williamson, S&P Global Chief Business Economist, sebagaimana dilansir Reuters Sabtu, (25/7/2022) lalu.
Selain itu, perekonomian Negeri Paman Sam pada kuartal kedua tahun 2022 juga kembali lesu. Data awal Produk Domestik Bruto (PDB) AS pada kuartal II-2022 menunjukkan bahwa ekonomi Negeri Paman Sam kembali melambat yakni sebesar 0,9% pada kuartal II-2022 secara tahunan (year-on-year/yoy).
Berdasarkan data dari Biro Statistik dan Tenaga Kerja AS yang dirilis Kamis pekan lalu, kontraksi itu di bawah konsensus yang meramalkan terjadi pertumbuhan positif 0,5%
Dengan hasil tersebut, secara teknis AS masuk ke jurang resesi setelah mencetak pertumbuhan negatif alias kontraksi sebesar 1,6% pada kuartal I/2022.
Adapun, secara umum resesi ditandai dengan kontraksi dalam PDB dalam dua kuartal berturut-turut.
Namun, beberapa pejabat pemerintah AS menolak bahwa Negeri Paman Sam sudah terkena resesi. Menteri Keuangan AS, Janet Yellen menolak negaranya disebut resesi kendati ekonomi AS terkontraksi pada kuartal II-2022.
Menurutnya, kondisi resesi yang sebenarnya terjadi pada ekonomi secara luas. Adapun, dia menyatakan pasar tenaga kerja AS masih kuat.
Bahkan, Ketua The Fed, Jerome Powell pun bernada sama dengan Yellen.
"Kami mencoba melakukan dengan tepat. Kami tidak 'mencoba' untuk membuat munculnya resesi dan kami pikir kami tidak harus melakukannya ... Saya tidak berpikir AS saat ini dalam resesi," kata Powell kepada wartawan setelah keputusan The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan 75 basis poin (bp) menjadi 2,25% hingga 2,5%, dikutip AFP, Rabu lalu.
"Kami tidak akan berada dalam resesi dalam pandangan saya," kata Biden kepada wartawan seraya menegaskan melihat "soft landing" pada ekonomi AS, yang beralih dari pertumbuhan yang cepat ke pertumbuhan yang stabil.
Memang jika dilihat, data ekonomi dan ketenagakerjaan Negeri Paman Sam terbaru cenderung bervariasi, ada yang positif, ada yang negatif.
Beragamnya data ekonomi dan tenaga kerja AS membuat beberapa pengamat pun berbeda pandangan. Bahkan, anggota The Fed saja masih ada yang memiliki perbedaan pendapat terkait kebijakan moneter kedepannya.
Tetapi, sebagian besar pengamat menilai bahwa The Fed masih akan menaikan suku bunga acuannya dan mereka tidak peduli akan lesunya ekonomi Negeri Paman Sam pada kuartal II-2022.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
"bisnis" - Google Berita
August 06, 2022 at 05:00PM
https://ift.tt/teI8WUu
Bisnis AS Ngebut Rekrut Pegawai, Bursa Akan Cerah atau Suram? - CNBC Indonesia
"bisnis" - Google Berita
https://ift.tt/TP80qrb
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Bisnis AS Ngebut Rekrut Pegawai, Bursa Akan Cerah atau Suram? - CNBC Indonesia"
Post a Comment