Jakarta, CNBC Indonesia - Kantor-kantor di Jakarta mulai ditinggalkan penyewa, utamanya kantor yang berada di kawasan utama atau Central Business District (CBD). Mereka pindah kantor ke kawasan yang harganya lebih murah, atau ke pinggiran dari kawasan utama.
Bahkan, tidak sedikit penyewa yang memilih untuk memperkecil luas penyewaan. Karena sebagian karyawan diarahkan untuk bekerja dari rumah (WFH).
"Adanya pembatasan-pembatasan, banyak yang saya tahu itu dari grade A di CBD, mulai pada pindah, okupansinya berkuranglah. Juga aturan ngga boleh full saat ini. Bisnis (penyewa) yang makin susah," kata Ketua Realestate Indonesia (REI) DKI Jakarta Arvin F Iskandar kepada CNBC Indonesia, Rabu (30/9/2020).
Adanya pengetatan PSBB mengharuskan perkantoran mengikuti protokol yang berlaku. Diantaranya batas maksimal 50% untuk 11 sektor diutamakan, dan kapasitas maksimal 25% untuk diluar itu. Aturan tersebut sangat berpengaruh bagi industri sewa perkantoran. Imbasnya, penyewa lari ke tempat lain.
"Sangat, sangat. Orang lebih banyak efektivitas ke WFH otomatis. Saya lihat banyak startup-startup company yang tadinya di CBD mulai tidak menempati office di CBD juga. Karena sekarang bisnis ngga maksimal. Ngga bisa terima tamu, kan orang di CBD area officenya karena mengharapkan bisa bisnis disana, ada kegiatan disitu. Sekarang ga bisa, lebih baik cari yang lebih murah," sebut Arvin.
Para pemilik gedung harus berputar otak agar para klien mau bertahan. Mulai dari memberikan fasilitas yang lebih memadai hingga adanya diskon saat keduanya bernegosiasi harga.
"(Penurunan harga) bisa juga adjustment lebih kurang 30%," katanya.
Konsultan Properti dari Savills Indonesia Anton Sitorus menyebut saat ini menjadi waktu yang tepat bagi penyewa untuk bernegosiasi harga. Namun, menurutnya pemilik gedung baru akan memberikan harga menarik jika penyewa atau tennant berasal dari perusahaan besar.
"Kalau misal tenant besar mau kasih diskon. Tapi tenant kecil pemilik pun ngga mau kasih diskon. Jadi diskon tenant tertentu yang menyewa 4-5 lantai," sebut Anton.
Kecenderungan pemilik gedung untuk menarik perhatian tenant dari pemain besar bukan tanpa alasan. Jika berhasil menarik, maka gedungnya sendiri yang bakal mendapat highlight.
"Gedung itu sudah punya daya jual untuk menarik tenant lain, karena oh kita sudah punya perusahaan besar yang menyewa disini," sebut Anton.
Upaya menarik perhatian perlu terus dilakukan. Lantaran tingkat okupansi pun turun dalam beberapa bulan ke belakang, menambah parah tingkat okupansi yang sudah memiliki tren menurun dalam beberapa tahun terakhir.
"Dalam 3 tahun terakhir, okupansi memang menurun. 3 tahun lalu okupansi sekitar 85 atau 86%. Sekarang mendekati 75%. Artinya turun 5-10% dibanding 3 tahun lalu," kata Konsultan Properti dari Savills Indonesia Anton Sitorus kepada CNBC Indonesia, Rabu (30/9/2020).
Diperparah momen pandemi, banyak penyewa yang lebih memilih untuk mempekerjakan pekerjanya dari rumah. Apalagi banyak kasus konfirmasi Covid-19 yang terjadi di perkantoran atau disebut juga sebagai kluster perkantoran. Membuat pemerintah harus mengambil langkah untuk menutup tempat tersebut.
"Akhir tahun lalu 75%. Sekarang okupansi mungkin sedikit menurun jadi 74% atau sekitar segitu. Atau jika dilihat dari vacancy (kekosongan), sebelum pandemi 25%, sekarang mulai naik 26-27%. Contoh di kawasan CBD (Central Business District) 4 tahun lalu sekitar 20%. Akhir tahun lalu 25%. Sekarang 26-27%," papar Anton.
[Gambas:Video CNBC]
(sef/sef)
"bisnis" - Google Berita
October 01, 2020 at 08:25AM
https://ift.tt/3n4OKCj
Bisnis Sewa Kantor Babak Belur Dihantam Pandemi Covid-19 - CNBC Indonesia
"bisnis" - Google Berita
https://ift.tt/2ZX4j67
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Bisnis Sewa Kantor Babak Belur Dihantam Pandemi Covid-19 - CNBC Indonesia"
Post a Comment