Search

Bisnis Migas Perlu Kepastian Hukum - BeritaSatu

Jakarta, Beritasatu.com - Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai, sebaiknya kasus penutupan sumur gas di Lapangan Kepodang, Blok Muriah, Jawa Tengah oleh Petronas Carigali Muriah Ltd tahun lalu, diselesaikan melalui jalur International Arbitrage. Akibat penutupan itu, anak usaha PT Perusahaan Gas Negara (PGN), PT Kalimantan Jawa Gas (KJG) mengalami kerugian lantaran pasokan gas yang diterima dari Petronas sejak 2015 selalu dibawah kontrak.

Sesuai Gas Transportation Agreement (GTA), jumlah gas yang harus disalurkan Petronas ke Pipa Kalija I milik KJG mulai dari tahun 2015 sebesar 104 mmscfd dengan ketetapan Ship or Pay (SOP). Rinciannya, pada tahun 2015 realisasi penyaluran gas hanya 86,06 mmscfd, tahun 2016 hanya 90,37 mmscfd, dan pada 2017 hanya sebesar 75,64 mmscfd. Sesuai kesepakatan kedua pihak, jika gas yang disalurkan tidak memenuhi kontrak maka Petronas akan membayarkan penalti. Nilainya dihitung sesuai mekanisme yang disepakati dua pihak.

Lantaran pasokan gasnya selalu dibawah target, Petronas pun terkena penalti. Total selama tiga tahun nilai penalti yang mesti dibayar Petronas kepada KJG sebesar US$ 33,2 juta atau sekitar Rp 460 miliar. Nilai denda ini belum memperhitungkan penyaluran gas tahun 2018 dan 2019 yang juga dibawah kontrak.

"Bila tidak membayar penalti terkait penutupan sumur gas di Lapangan Kepodang, SKK bisa saja menjatuhkan sanksi agar Petronas tidak diperbolehkan lagi eksplorasi dan eksploitasi di hulu migas karena wan prestasi,” ujarnya di Jakarta, Kamis (19/3/2020).

Fahmy khawatir, jika denda dan wan prestasi tidak diselesaikan oleh Petronas bisnis di hilir dan midstream akan bermalasah, karena tidak ada kepastian hukum. Infrastruktur pipa gas sudah dibangun, sementara gas yang sebelumnya dijanjikan sesuai kontrak ternyata tidak disalurkan.

“Jika tidak tuntas, bisnis midterm dan hilir bisa negatif, karena tidak ada kepastian hukum,” tegasnya.

Sementara itu, Pengamat energi yang juga Guru Besar Universitas Indonesia Iwa Garniwa menilai, kegagalan pengiriman gas sesuai kontrak kesepakatan, seharusnya tidak boleh terjadi. Pasalnya, jika menyalahi kontrak, salah satu pihak tentu akan dirugikan.

Menurut Iwa, apa yang tertuang di kontrak tentu harus disepakati, termasuk skema denda jika terdapat ketidaksesuaian dalam hal pengiriman pasokan gas yang telah disepakati. Jika tidak dipatuhi, menjadi preseden buruk sisi bisnis migas di Tanah Air. “Karena kalau tidak diselesaikan secara hukum, maka tentunya akan merusak bisnis dan kepastian migas di sektor hilir, yang cenderung merugikan pihak kita,” ucapnya.

Sebelumnya Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama mengatakan, pada 31 Januari Petronas Carigali telah bersepakat untuk mengalihkan 80 persen hak partisipasi production sharing contract (PSC) Muriah. Kini, Saka Energi menjadi operator blok gas di wilayah kerja yang berlokasi di Lapangan Kepodang, lepas pantai Jawa Timur tersebut dengan kepemilikan 100 persen

Let's block ads! (Why?)



"bisnis" - Google Berita
March 19, 2020 at 08:10AM
https://ift.tt/33vdU3A

Bisnis Migas Perlu Kepastian Hukum - BeritaSatu
"bisnis" - Google Berita
https://ift.tt/2ZX4j67
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Bisnis Migas Perlu Kepastian Hukum - BeritaSatu"

Post a Comment

Powered by Blogger.