Bisnis.com, JAKARTA -- Sukses berbisnis di usia muda, kenapa tidak? Tak sedikit pengusaha sukses yang memulai usahanya di kala masih remaja, tanpa tapi dan tanpa nanti.
Salah satunya Sally Giovanny dan sang suami Ibnu Riyanto yang berhasil mengembangkan bisnis di bawah naungan Trusmi Group dengan mempekerjakan 1 juta karyawan.
Sally dan sang suami memulai usahanya setelah menikah muda di saat usia keduanya masih 18 tahun dengan modal awal yang didapatkan dari amplop pernikahan. Diakui Sally bahwa dirinya memang senang berjualan sejak kecil mulai dari SD hingga beranjak remaja dan dewasa.
“Maka saya berpikir apa pasion saya ini memang berjualan tapi kalau jualan saya ngga bisa sendiri, butuh pendamping dan orang yang mensupport. Kalau bekerja hanya lulusan SMA hanya kerja apa, kalau mau kuliah tidak ada biaya, saya juga tidak ingin membebani karena orang tua saya single parents dan hanya jualan di pasar,” kisahnya.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut akhirnya Sally memutuskan untuk menikah muda. Dia pun terus berdoa hingga akhirnya diberikan jodoh yang memiliki pemikiran serta visi dan misi yang sama dengannya.
Namun karena dirinya baru lulus SMA dan yang melamar juga sama baru lulus SMA , orang tua Sally sempat menolak. “Karena yang mengajak nikah sama-sama lulusan SMA, ibu bilang bagaimana masa depannya. Namun hari saya yakin bahwa ini adalah jawaban doa-doa saya,” kenangnya.
Usai menikah di tahun 2006, Sally dan Ibnu langsung memulai bisnis, pertama kali yang dijual adalah kain kafan dengan modal awal dari amplop pernikahan. Banyak yang mempertanyakan alasan mereka menjual kain kafan.
“Karena itu yang paling gampang, jualan kain polos tanpa harus memikirkan motif dan modelnya. Saat itu saya juga belum memiliki ilmu bisnis. Dipikiran kami, akan laris banget karena permintaan pasti ada saja dan yang jualan ngga banyak tapi ternyata realitas tidak sesuai kenyataan,” tuturnya.
Memang tidak banyak yang jualan, tetapi yang membeli pun tidak banyak dan tidak akan menyetok banyak. Jika pun sudah beli tidak repeat order seperti halnya produk makanan atau fesyen. Setelah hampir setahun berjalan, dan tak banyak kemajuan, keduanya pun lantas berpikir untuk beralih ke bisnis batik.
Apalagi di Cirebon terdapat desa trusmi yang terkenal dengan batik khasnya dan sudah ada sejak abad ke-14. Namun saat itu belum ada pengusaha yang benar-benar fokus mengembangkan dan mempopularkan batik trusmi tersebut.
Dengan tekat dan niat yang kuat, Sally dan sang suami pun mulai beralih ke bisnis batik pada tahun 2007. Stok kain kafan polos yang mereka miliki tersebut kemudian diserahkan ke pengrajin untuk dibuat motif batik. Kain kafan tesebut menurutnya lebih adem saat digunakan karena berbahan dasar katun.
“Namun saat itu saya juga belum mengetahui motif seperti apa yang disukai pasar, asal bikin saja dan terlalu percaya pada orang. Akhirnya ketika batik sudah jadi dan saya keliling Tanah Abang untuk dijual ternyata tidak laku karena motifnya dianggap sudah ketinggalan zaman, harganya pun ngga masuk,” jelasnya.
Kesalahan tersebut tak lantas membuat Sally putus asa, justru dari kesalahan dan kegagalan tersebut wanita kelahiran 1988 ini belajar bahwa dalam menjalanlan bisnis tidak bisa asal-asalan. Harus ada perhitunganya, harus ada survey pasarnya untuk mengetahui motif apa yang disukai, dan juga harus membuat target market untuk menentukan harga jual produk.
Dari situ dia kemudian melakukan inovasi dengan membuat batik yang dapat diterima secara luas oleh masyarakat. Artinya, batik yang diproduksi bukan hanya sekadar untuk acara formal saja tetapi juga batik yang fashionable dan menarik dikenakan oleh anak-anak muda, baik untuk acara formal, non forrmal, maupun acara santai.
“Aku biikin inovasi batik agar bisa dipakai anak muda juga, dan ternyata berhasil. Aku bikin Batik Trusmi dengan motif yang simple, perpaduan warna pastel yang waktu itu memang lagi musim. Lalu menggabungka antara motif tradisional dan modern sehingga menjadi batik kontemporer, lucu, dan kekinian yang ternyata sangat diterima pasar,” tuturnya.
Selain dari sisi inovasi produk, Sally juga begitu gencar dalam proses marketing. Dia benar-benar menjemput bola agar bagaimana caranya Batik Trusmi ini bisa dikenal dan memiliki brand yang kuat. Salah satu strategi yang dilakukannya adalah dengan mengejar siapapun artis, pejabat, atau publik figur yang berkunjung ke Cirebon.
“Aku cari tahu ke panitianya jam berapa beliau tiba di Cirebon, aku kejar sampai dapat, untuk aku kasih produk Batik Trusmi kemudian aku ajak foto,” ujarnya.
Strategi tersebut ternyata sangat ampuh sehingga brand Batik Trusmi kian melekat dan dikenal bahkan telah menjadi salah satu icon Khas Cirebon. Makin lama bisnis Batik Trusmi terus berkembang hingga memiliki Mall Batik Trusmi yang didirikan pada Maret 2011.
Brand nya pun bukan hanya Batik Trusmi saja tetapi ada pula Batik IBR dan Pesona Batik dengan jumlah cabang yang terus berkembang hingga ke beberapa daerah lainnya seperti Jakarta, Bandung, hingga Medan.
Setelah makin berkembang dan penjualan terus menanjak, Sally dan sang suami merambah ke dunia properti pada tahun 2015 di bawah bendera usaha PT Raja Sukses Propertino. Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada 2018, Sally dan suami ekspansi ke Bali dengan membangun The Keranjang sebagai pusat oleh-oleh khas Bali.
Mengusung konsep “Bali Dalam Satu Keranjang”, The Keranjang menawarkan pengalaman belanja yang berbeda dengan menyediakan area perbelanjaan, taman hiburan, spa, hingga area tempat yang instagramable. Memiliki desain interior yang memadukan kenyamanan tradisional khas Bali dengan sentuhan modern.
“Bali ini potensinya yang sangat besar bahkan salesnya dalam satu tahun sudah hampir menyamai penjualan Batik Trusmi yang saya jalani hampir 4 tahun. Berarti ini potensinya sangat luar biasa, makanya sekarang kami tinggal di Bali,” tuturnya.
Namun, pandemi yang terjadi sempat membuat The Keranjang harus tutup sementara, begitu pula dengan Batik Trusmi. Meski demikian, Sally tak putus asa dia dan suami terus melakukan inovasi dan beradaptasi sehingga bisnisnya dapat terus bertahan.
“Kami suvei kebutuhan ternyata sambako, personal care, masker kebutuhannya besar. Jadi kami launching masker kain batik dan itu luar biasa respons konsumen sangat besar bahkan bisa laku sampai ratusan ribu masker kain batik,” ujarnya.
Kini di masa new normal, semua usaha yang dikembangkannya di bawah bendera usaha Trusmi Group Holding kembali pulih.
Menurutnya, semua kesuksesan yang didapatkannya hingga kini tidak lah instan. Dibutuhkan perjuangan, usaha, dan kerja keras serta semangat untuk tidak pantang menyerah. Begitu pula saat dirinya menambah lini-lini usaha baru, semua dilakukan secara bertahap.
“Fokus dulu pada satu usaha tidak bisa semua berbarengan dijalankan karena akan terpecah fokusnya. Setelah yang satu berhasil dan bisa berjalan dengan baik, baru bisa coba ekspansi ke bisnis lainnya,” tutur Sally.
Tips Sukses Berbisnis di Usia Muda
1. Kuatkan niat bahwa berbisnis dilakukan agar bisa memberi banyak manfaat untuk orang lain
2. Lakukan apa yang bisa dilakukan, jangan menunda buang kata nanti dan jangan beralasan buang kata tapi
3. Nikmati dan syukuri setiap proses demi proses karena proses tidak pernah membohongi hasil
4. Jangan takut gagal karena kegagalan merupakan salah satu proses untuk belajar mencapai kesuksesan, terus upgrade skill dan asah kemampua
5. Miliki keyakinan yang kuat dan kokoh karena keyakinan tesebut yang membuat kita terus berjalan tanpa harus menghiraukan cibiran atau keraguan orang lain
6. Do the best, lakukan yang terbaik dan serahkan hasilnya pada Allah
Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :
batikAyo, ikut membantu donasi sekarang! Klik Di Sini untuk info lebih lengkapnya.
"bisnis" - Google Berita
December 26, 2020 at 06:11PM
https://ift.tt/3mMjy9D
Kisah Pemilik Batik Trusmi, Sukses Bisnis di Usia Muda - Entrepreneur - Bisnis.com
"bisnis" - Google Berita
https://ift.tt/2ZX4j67
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kisah Pemilik Batik Trusmi, Sukses Bisnis di Usia Muda - Entrepreneur - Bisnis.com"
Post a Comment