Di Kota Yogyakarta, sepak bola bukan sekadar hiburan. Lebih pas dikatakan sebuah keyakinan. Warga lokal telah menyatu dengan PSIM Yogyakarta. Jadi, jangan kaget, jika mereka menggunakan atribut klub dalam keseharian. Bukan untuk keren-kerenan atau demi fesyen, tetapi untuk menunjukkan identitas dan keyakinan mereka.
Seperti yang ditunjukkan Eko (38). Sabtu (1/7/2023) siang, pria yang berprofesi ojek daring itu sedang menunggu penumpang di sekitar Stadion Mandala Krida. Saat ditanya apakah ada jadwal latihan klub hari ini? Dia dengan sigap menjelaskan, ada latihan perdana PSIM pada sore hari.
Baca juga : Mengembalikan Trah Kesatria Lokal PSIM Yogyakarta
“Saya juga Brajamusti (kelompok suporter terbesar PSIM), tetapi tidak bisa ikut (mendukung) hari ini karena harus kerja,” sambil menepuk dadanya. Lalu, dia membuka jaket dan menunjukkan jersei klub berjuluk “Laskar Mataram” tersebut dengan rasa bangga.
Prestasi PSIM terbilang stagnan dalam 16 tahun terakhir. Mereka terjerembab di Liga 2, belum mampu kembali ke divisi tertinggi. Namun, para penggemar seperti Eko tidak peduli. Mereka tetap setia mendukung, bahkan memakai jersei kebanggaan itu dalam keseharian.
“Prestasi bukan masalah karena saya sudah suka klub ini sejak SMP. Dukungan yang bisa saya beri ya dengan datang ke stadion dan juga membeli jersei mereka. Tetapi tidak setiap musim (membeli jersei). Kan harus realistis, penghasilan saya tidak jauh dari upah minimum di sini,” tutur Eko.
Upah minimum Kota Yogyakarta tahun 2023 hanya sekitar Rp 2,3 juta. Angka itu terbilang kecil jika dibandingkan dengan ibu kota Jakarta (Rp 4,9 juta). Dengan upah minimalis tersebut, harga jersei PSIM bisa mencapai sekitar 15 persen dari penghasilan setiap bulan.
Baca juga : Tim ”Laskar Mataram”, PSIM Yogyakarta, Enggan Terus Terbenam
Dilema sangat dirasakan oleh manajemen klub. Presiden Direktur PSIM Liana Tasno mengatakan, sudah menurunkan harga jersei player issue dari Rp 375 ribu menjadi Rp 330 ribu. Namun, dampaknya belum terasa dalam penjualan atribut. Jersei dan atribut klub lain masih berada di urutan terbawah pemasukan klub. “Kami masih mencari,” jawab Liana saat ditanya cara menaikkan pemasukan dan tetap terjangkau para penggemar.
Potensi PSIM terhambat karena berbagai gangguan di Liga 2 dalam beberapa musim terakhir. Dari kompetisi batal digelar dan tanpa penonton di masa pandemi Covid-19 sampai liga dihentikan pada awal musim akibat efek domino tragedi Kanjuruhan.
Pastinya kami berharap liga bisa berjalan terus tanpa halangan musim ini, agar potensi penjualan bisa maksimal. Susah juga kalau berhenti terus.
“Pastinya kami berharap liga bisa berjalan terus tanpa halangan musim ini, agar potensi penjualan bisa maksimal. Susah juga kalau berhenti terus. Pasti kan kalau ada pertandingan akan lebih baik, penonton bisa datang dengan jersei terbaru PSIM,” jelas Liana.
Pasar potensial
PSIM tidak mungkin lagi menurunkan harga jersei. Harga saat ini nyaris sama dengan di standar tim-tim Liga 2. Klub seperti Persipa Pati saja menjual jerseinya dengan harga berkisar Rp 275.000– Rp 300.000. Di atas kertas, PSIM punya target pasar lebih potensial dengan modal sejarah panjang dan kultur kuat klub, serta basis pendukung yang banyak.
Baca juga : ”Trendsetter” Itu Bernama Persebaya
“Laskar Mataram” merupakan salah satu tim dengan pengikut terbanyak di Instagram, sekitar 211 ribu akun. Jumlah itu nyaris menyamai beberapa tim di Liga 1. Mereka juga punya pendukung militan di dunia nyata. Brajamusti saja tercatat memiliki lebih dari 18.000 anggota resmi, belum kelompok lainnya The Maident, dan penonton umum.
Angka 1929 yang nyaris selalu tercantum di berbagai barang dagangan PSIM adalah magnet utama. Itu merupakan tahun lahir klub. Angka tersebut sekaligus membawa nostalgia, mereka adalah salah satu bond pendiri PSSI pada 1930. Sepak bola Indonesia bermula dari Kota Yogyakarta.
PSM (Persatuan Sepak Raga Mataram), nama awal PSIM, menjadi inisiator awal bersama Vorstenlandsche Voetbal Bond (VVB) yang sekarang menjadi Persis Solo. Mereka mengundang berbagai tokoh sepak bola di Jawa ke Yogyakarta. Sisanya adalah sejarah. Sejarah ditandai dengan didirikannya Monumen PSSI di depan Stadion Mandala Krida.
Jika dilihat dari sejarah panjang dan ikatan kuat dengan penggemar, PSIM mirip seperti klub Liga Inggris Leeds United. Para pendukung Leeds selalu setia, meskipun klub berusia 103 tahun itu sempat turun dari divisi tertinggi selama satu setengah dekade lebih. Mereka tetap bahagia setiap datang ke stadion.
Baca juga : Pijakan Mula Mencetak “Sambernyawa Muda”
Bedanya, Leeds berjaya dalam penjualan jersei. Penghasilan setiap tahunnya bahkan bisa melampaui pemasukan dari tiket masuk stadion. Mungkin, ada hubungan dengan harga jersei yang hanya sekitar 0,04 persen dibandingkan rerata pendapatan terendah di daerah tersebut.
Ketimbang menurunkan harga, cara paling jitu untuk “Laskar Mataram” adalah memacu prestasi. Potensi bisnis mereka akan lebih maksimal jika tim bisa promosi ke Liga 1. Mereka bisa mendapatkan sorotan lebih besar dan pasar lebih luas. Seperti yang sudah dibuktikan oleh tim tetangga, Persis.
Persis, sebelum promosi, menjual jersei dengan harga yang sama seperti PSIM. Di Liga 1 musim ini, klub berjuluk “Laskar Sambernyawa” itu menjual jersei kandang player issue seharga Rp 699 ribu. Mereka tidak hanya menyasar pasar Surakarta, tetapi sudah mengincar penjualan skala nasional. Persis juga menyediakan jersei replika dengan harga sekitar Rp 370 ribu. Mereka bisa meraup untung sekaligus memfasilitasi penggemar dengan penghasilan rendah.
Di sisi lain, potensi lokal di Yogyakarta juga akan semakin menjanjikan seiring prestasi PSIM. Euforia para penggemar pasti meningkat drastis. Dengan rasa kepemilikan sangat besar, mereka juga pasti tahu klub sudah sangat serius dan butuh dukungan. Dukungan itu, dalam hal finansial, bisa dari pembelian jersei.
Baca juga : ”Politik” Bendera Suporter Sepak Bola di Yogyakarta
Presiden Brajamusti Muslich Burhanuddin meyakini, prestasi pasti akan membawa gelombang generasi baru pendukung PSIM. “Kalau suporter itu kebanyakan dari mahasiswa, anak sekolah, pekerja. Selama ini antusiasmenya tetap luar biasa, walaupun ada pasang surut. Wajar karena kan generasi,” ujarnya.
Generasi baru pendukung PSIM sudah siap menetas jika promosi. Mengingat, mereka terakhir bisa naik ke divisi tertinggi pada 2006 setelah juara Divisi 1 2005. Hanya dua musim bertahan, lalu mereka kembali lagi terjatuh dari kasta tertinggi dan belum mampu bangkit lagi sejak 2007.
Potensi besar yang belum tercapai itu yang membuat pelatih kawakan Kas Hartadi berlabuh di PSIM. “Klub ini sudah terlalu lama tidak di divisi tertinggi. Padahal potensinya sangat bagus dengan suporternya (yang militan). Itu yang membuat saya tertantang datang (untuk mewujudkan potensi itu),” pungkasnya.
"bisnis" - Google Berita
July 19, 2023 at 12:35PM
https://ift.tt/EmxLz42
Gerilya Bisnis PSIM Yogyakarta Menembus UMR Rendah - kompas.id
"bisnis" - Google Berita
https://ift.tt/hyYDEwo
Shoes Man Tutorial
Pos News Update
Meme Update
Korean Entertainment News
Japan News Update
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Gerilya Bisnis PSIM Yogyakarta Menembus UMR Rendah - kompas.id"
Post a Comment